SUARAMANADO, India : Korupsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu terbukti telah melintasi batas-batas nasional dan menjadi ancaman global. Saat ini pelaku berupaya menghindari jeratan hukum di negaranya dengan menyembunyikan hingga mentransfer aset ilegal ke negara lain. Pada kondisi ini, komitmen antikorupsi dan kerja sama antar negara menjadi kian dibutuhkan.
Hal ini dikemukakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia Nurul Ghufron, dalam G20 Anti-Corruption Ministerial Meeting di Kolkata, India (12/8). Forum ini merupakan lanjutan dari pertemuan Anti-Corruption Working Group (ACWG) negara-negara G20, dimana India menjadi Presidensi untuk tahun ini.
Nurul Ghufron memaparkan tema “One Earth, One Family, One Future” yang diusung Presidensi G20 tahun ini sangat relevan dan kontekstual terutama jika dikaitkan dengan upaya kolektif pemberantasan korupsi. Komitmen kukuh G20 membantu yurisdiksi G20 lainnya dalam upaya memerangi korupsi sangat penting, agar tak ada individu korup yang menggunakan yurisdiksi negara tertentu untuk menyembunyikan dan mentransfer aset illegal dan menjadikan negara G20 tempat perlindungan bagi aset hasil dari korupsi.
“Perbedaan dalam definisi korupsi seharusnya tidak menghalangi kerja sama G20, terutama ketika kasus korupsi telah terbukti. Hal ini pada akhirnya akan membantu yurisdiksi lain dalam melacak, membekukan, menyita, dan mengembalikan aset ilegal ke negara asalnya, serta memberikan bukti untuk proses penyelidikan dan penuntutan,” kata Ghufron.
KPK juga menyoroti urgensi penguatan kerja sama pemantauan kekayaan pejabat publik secara real time, ini dilaukan untuk menghindari berbagai bentuk korupsi termasuk penyalahgunaan dana publik dan penyalahgunaan kekuasaan. Menurut Ghufron, di era teknologi informasi, negara-negara seharusnya memiliki alat untuk memantau kekayaan pejabat publik secara mudah, yang dimungkinkan melalui integrasi deklarasi kekayaan dan informasi tentang pendapatan dan pengeluaran pejabat, di mana transaksinya sebagian besar tanpa uang tunai atau secara daring (online).
“Namun di Indonesia, untuk mengidentifikasi dan mendeteksi kekayaan tidak wajar dari pejabat publik, kita harus mengumpulkan informasi secara manual. Dalam hal ini, kami berencana mengembangkan alat analisis data yang dapat memantau dan menilai kekayaan pejabat publik secara real time untuk mendeteksi kekayaan yang tidak wajar,” Ghufron menjelaskan.
Di akhir paparannya, Nurul Ghufron menegaskan bahwa bagi G20, korupsi harus dipandang sebagai permasalahan bersama yang telah menyebar luas. Karenanya, di masa mendatang diperlukan penyatuan upaya dalam melawan korupsi, melalui pembangunan kapasitas dan berbagi praktik baik antar negara.
Ghufron mengungkapkan 2 kisah sukses KPK yang menjadi bukti dalam konteks kerja sama internasional pemberantasan korupsi. Pertama, KPK menerima dukungan dari FBI dan Singapore CPIB dalam mengembalikan aset senilai 5,9 juta USD dari AS dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan Ketua DPR Indonesia.
Kedua, CPIB dan UK-SFO membantu KPK sepanjang penyelidikan kasus korupsi dan pencucian uang yang melibatkan maskapai penerbangan milik negara Indonesia pada tahun 2020, yang menghasilkan pengembalian sebesar 1,4 juta USD ke Indonesia.
“Sebagai kesimpulan, kita telah melihat hasil positif dari kerja sama dengan semua mitra yang relevan, yang bantuan mereka kita hargai dengan tulus. Kami yakin bahwa dengan memperkuat kerja sama internasional, kita dapat membuat kemajuan signifikan dalam perjuangan kita melawan korupsi,” tutup Ghufron.
Sumber : kpk.go.id