SUARAMANADO, New York : Pertemuan ke-10 untuk mengkaji implementasi Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (Non-Proliferation Treaty/NPT RevCon) resmi ditutup pada tanggal 26 Agustus 2022 setelah berlangsung pada 1 – 26 Agustus 2022 di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat.
Di dalam pertemuan ini Indonesia berhasil mengarusutamakan pembahasan isu program kapal selam bertenaga nuklir (nuclear naval propulsion/NNP).
“Maksud Indonesia untuk tingkatkan kesadaran (raising awareness) pada NPT telah tercapai. Banyak negara memberikan perhatian terhadap isu ini. Indonesia akan terus mengawal agar momentum pembahasan terus bergulir,” demikian disampaikan Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Tri Tharyat sebagai Ketua Delegasi RI pada pertemuan dimaksud, Sabtu, 27 Agustus 2022.
Lebih lanjut, Dirjen Tharyat mengatakan, “Capaian ini penting mengingat isu program NNP belum dibahas di forum internasional manapun. Padahal program NNP miliki keterkaitan dengan isu nuklir dan berpotensi mengandung risiko besar bagi perdamaian dan keselamatan dunia.”
Di antara risiko yang muncul adalah pengalihan teknologi tersebut menjadi senjata nuklir yang dapat mengancam rezim non-proliferasi dan keamanan global, serta dampak destruktif terhadap lingkungan jika terjadi kebocoran radiasi.
Sebelum pelaksanaan sidang, Indonesia mengeluarkan working paper yang disebut “Indonesian Paper.” Berkat peran utama Indonesia dan beberapa negara lain, isu ini mendapat perhatian serius.
Selama perundingan, isu NNP memicu pro dan kontra di antara negara-negara. Perbedaan pandangan antara negara yang mendukung dan yang menentang cukup tajam. Alhasil, negosiasi draf dokumen hasil pertemuan di paragraf yang membahas isu ini berlangsung alot.
Berbekal semangat menjembatani perbedaan (bridge builder), Indonesia berikan usulan paragraf yang relatif dapat diterima semua pihak. Usulan Indonesia menjadi dasar negosiasi, dan setelah diberi masukan negara-negara disepakati suatu Paragraph tentang NNP pada draft dokumen hasil.
“Semua pihak sepakat bahwa program NNP menjadi perhatian bersama dan diperlukan dialog yang transparan dan terbuka mengenai isu ini. Semua juga sepakat bahwa pengambangan NNP harus berkoordinasi erat dengan IAEA secara terbuka dan transparan,” ujar Dirjen Tharyat.
Pertemuan NPT RevCon ke-10 sendiri pada akhirnya tidak mencapai konsensus atas dokumen hasil karena perbedaan pandangan tajam di antara negara-negara untuk berbagai isu lain, khususnya tentang pembangkit tenaga listrik di Zaporizhzhia, Ukraina. Namun fakta bahwa negara-negara mencapai kesepakatan dalam pembahasan terkait program NNP merupakan capaian tersendiri bagi Indonesia yang patut diacungi jempol.
Sumber : kemlu.go.id