Menparekraf Apresiasi GoTo Impact Foundation Bangun Innovation Ecosystem Pengelolaan Sampah

SUARAMANADO, Jakarta : Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengapresiasi GoTo Impact Foundation yang berupaya membangun sebuah innovation ecosystem melalui inisiatif catalyst changemakers ecosystem untuk menyatukan para katalisator menyelesaikan persoalan sampah di Indonesia.

“Saya sangat mengapresiasi peran GoTo Impact Foundation. Karena hal ini sejalan dengan program Kemenparekraf dalam mengakselerasi dampak yang berkelanjutan bagi penyelesaian sampah di destinasi wisata Indonesia,” kata Menparekraf Sandiaga dalam The Weekly Brief with Sandi Uno, yang dilangsungkan secara hybrid, di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (11/9/2023).

Kawasan strategis pariwisata nasional yaitu Bali, Labuan Bajo, dan Danau Toba menjadi pilot project atas inisiatif catalyst changemakers ecosystem.

Persoalan sampah memang menjadi persoalan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas. Data yang ada menyebutkan bahwa jumlah timbulan sampah nasional tahun 2021 tercatat sebesar 68,5 juta ton. Dari jumlah tersebut sebanyak 17 persen atau sekitar 11,6 juta ton merupakan sampah plastik. Timbulan sampah ini apabila tidak ditangani dengan baik, maka akan berdampak pada aspek lingkungan maupun kesehatan masyarakat.

“Maka dari itu, sudah seyogyanya kita harus bekerja sama untuk dapat mencapai target nasional pengurangan sampah sebesar 30 persen dan pengelolaan serta penanganan sampah sebesar 70 persen pada tahun 2025,” ujar Sandiaga.

Ketua Yayasan GoTo Impact Foundation Monica Oudang menambahkan pihaknya melihat permasalahan sampah ini adalah suatu permasalahan yang sangat kompleks. Bukan cuma di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Karenanya, hadir konsep innovation ecosystem.

“Memang satu hal yang kita perhatikan terutama soal sampah sampah ini banyak sekali sebetulnya inisiatif-inisiatif yang memang sangat-sangat bagus dan luar biasa tetapi permasalahannya adalah bagaimana kita sebetulnya bisa menyatukan itu semua, sehingga bisa menjadi suatu solusi yang berkelanjutan dan dengan skala lebih besar. Di sinilah innovation ecosystem itu masuk mengambil peran,” ujarnya.

Founder & Direktur Bali Waste Cycle Olivia Anastasia Padang menjelaskan ketika mengikuti innovation ecosystem melalui inisiatif catalyst changemakers ecosystem, dirinya dibekali aktivitas dan juga pengetahuan yang pada akhirnya memberikan inisiatif baru untuk menghadirkan sebuah proyek sendiri bernama Sukla Project.

Olivia menceritakan Sukla Project pernah mendapat kesempatan untuk memberikan edukasi pengelolaan sampah kepada 2 ribu masyarakat Besakih sebagai salah satu destinasi wisata di Bali.

Mulai dari cara memilah-milih sampah sesuai kategori high value dan low value. Sampah yang bernilai high value dapat ditemui apabila botol plastik masih dalam keadaan utuh atau bentuk sempurna yang bisa diolah menjadi produk yang berkelanjutan.

Sementara yang low value biasanya sampah plastik shampoo saset ataupun kantong kresek yang diolah menjadi sumber energi atau RDF (Refuse Derived Fuel) sehingga mampu mengurangi penggunaan batu bara.

“Edukasi ini kami berikan tidak hanya kepada masyarakat tapi juga kepada wisatawan, para pengunjung, dan para peziarah di sana,” katanya.

Turut hadir pada acara WBSU baik secara luring maupun daring, para pejabat eselon I dan II di lingkungan Kemenparekraf/Baparekraf.

Sumber : kemenparekraf.go.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *