Mendadak Presiden Minta Revisi Pembayaran JHT


SM JAKSRTA. Perintah Jokowi untuk merevisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 disampaikan ke Menaker Ida Fauziyah pada Senin (21/2/2022). Senin pagi Jokowi memanggil Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menaker untuk membahas ihwal JHT. Dilansir dari Kompas.com.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menyebut, presiden memahami bahwa para pekerja keberatan dengan aturan baru terkait pencairan dana JHT.

“Bapak Presiden terus mengikuti aspirasi para pekerja dan beliau memahami keberatan dari para pekerja terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua,” kata Pratikno dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (21/2/2022).

Presiden memerintahkan agar tata cara dan persyaratan pembayaran JHT disederhanakan, dipermudah, supaya dana JHT bisa diambil oleh pekerja yang sedang menghadapi masa-masa sulit, terutama yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Jadi bagaimana nanti pengaturannya akan diatur lebih lanjut di dalam revisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja atau regulasi yang lainnya,” ujar Pratikno.

“Tadi saya bersama Pak Menko Perekonomian telah menghadap Bapak Presiden. Menanggapi laporan kami, Bapak Presiden memberikan arahan agar regulasi terkait JHT ini lebih disederhanakan,” kata Ida seperti dikutip dari keterangan resminya, Selasa (22/2/2022).

Lebih lanjut Ida mengatakan, pihaknya menyadari adanya keberatan dari pekerja meski sudah dilakukan sosialisasi mengenai pencairan JHT. Untuk itu, Jokowi memberikan arahan untuk menyederhanakan aturan tentang program tersebut.

Presiden ‘kehilangan muka’
Terkait hal ini, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai bahwa penyusunan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tidak dilakukan secara teliti.

Merujuk Perpres Nomor 68 Tahun 2021, seluruh rancangan peraturan menteri yang sifatnya sensitif seharusnya mendapat persetujuan presiden sebelum diteken.

Sementara, menurut Agus, persoalan terkait dengan buruh/pekerja, begitupun yang termaktub dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, selalu jadi pembahasan yang sensitif.

“Saya nggak tahu apakah ini (substansi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022) tadinya dinilai masuk ke ranah yang tidak sensitif sehingga tidak dicek oleh Seskab, saya tidak tahu,” kata Agus.

Agus mengatakan, penyusunan peraturan menteri memang mestinya merujuk pada Perpres Nomor 68 Tahun 2021.

Jika di kemudian hari terjadi gelombang kritik terhadap aturan yang diterbitkan pemerintah seperti halnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, dampaknya presiden menjadi seolah “kehilangan muka”.

“Secara politis pasti akan mengganggu presiden, gunanya Perpres Nomor 68 kan supaya presiden tidak terganggu dan tidak kehilangan muka,” kata Agus.

Di sisi lain, Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Indonesia (UI) Aloysius Uwiyono mengatakan, terjadi ketidaksinkronan antara Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 mengatur bahwa pencairan JHT baru bisa dilakukan setelah pekerja berusia 56 tahun.

Padahal, Pasal 37 Ayat (3) UU SJSN mengatakan, pengambilan JHT dapat dilakukan setelah dana JHT mengendap di BPJS setidaknya selama 10 tahun.

Oleh karenanya, ke depan, alih-alih merevisi, Aloysius mendorong supaya proses penyusunan aturan dapat disinkronisasi oleh presiden, para menteri, dan pemangku kepentingan lainnya, sebelum akhirnya diterbitkan.(jansen).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *