Kerja sama Teknik dan Keilmuan untuk Membangun saling Kepercayaan dan Kerjasama di Kawasan (Laut Tiongkok Selatan)

SUARAMANADO, Jakarta : Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial dan Pusat Studi Asia Tenggara menyelenggarakan Lokakarya ke-31 mengenai Pengelolaan Potensi Konflik di Laut Tiongkok Selatan di Jakarta pada tanggal 23-25 Agustus 2022.

Lokakarya diselenggarakan secara hybrid dan dihadiri oleh 84 peserta dari kalangan para pakar yang mewakili pihak-pihak terkait dari Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Cina Taipei, Thailand, dan Vietnam.

Lokakarya bertujuan untuk membangun kerja sama yang lebih erat guna mendukung perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan di kawasan Laut Tiongkok Selatan. Sebagai track diplomasi 1,5, lokakarya memfasilitasi penguatan kerja sama teknik dan keilmuan antara pihak-pihak terkait untuk membangun saling kepercayaan dan kerja sama di kawasan.

Lokakarya dibuka oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementerian Luar Negeri, Dr. Yayan G.H. Mulyana. Dalam sambutannya, Kepala BSKLN menekankan pentingnya penguatan kerja sama, kolaborasi di antara para peserta serta upaya untuk terus menumbuhkan budaya dialog. “Kawasan Laut Tiongkok Selatan tidak terlepas dari dampak perubahan iklim seperti naiknya permukaan laut dan dampaknya pada masyarakat di daerah pesisir. Untuk itu, diperlukan penguatan kerja sama demi masa depan yang lebih baik”.

Kepala BSKLN menyampaikan terima kasih kepada Kepala Badan Informasi Geospasial, Prof. Dr. Muh Aris Marfai, dan Prof. Hasjim Djalal dari Pusat Studi Asia Tenggara atas kerja sama yang erat dalam penyelenggaraan Lokakarya. Pada sesi pembukaan, Asisten Pemerintahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, juga menyampaikan sambutan.

Lokakarya diawali dengan Pertemuan ke-17 Kelompok Kerja Studi Perubahan Permukaan Laut dan Pasang Surut serta Dampaknya terhadap Lingkungan Pantai di Laut Tiongkok Selatan. Selama Lokakarya, para peserta berkesempatan bertukar informasi, pengalaman, dan best practices mengenai dampak perubahan iklim serta upaya mitigasi yang telah dilakukan. Peserta dari Indonesia, Brunei Darussalam, Tiongkok, Malaysia, Cina Taipei, Vietnam, dan Filipina menyampaikan paparan mengenai pengalaman masing-masing dalam mengatasi kenaikan permukaan laut dan penurunan tanah sebagai dampak perubahan iklim.

Di akhir Lokakarya, para peserta menyepakati sejumlah usulan kerja sama, meliputi penyelengaraan seminar pembangunan kapasitas mengenai upaya mengatasi kenaikan permukaan laut, pelatihan mengenai tata kelola laut, studi bersama mengenai blue carbon, penyelenggaraan lokakarya mengenai jejaring laut di kawasan Asia Tenggara, serta riset mengenai ketahanan terumbu karang dari ancaman aktivitas anthropogenik dan perubahan iklim. Secara umum bidang kerja sama yang dibahas dalam Lokakarya mencakup kelautan, lingkungan dan iklim, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta ekonomi dan pembangunan.

Lokakarya ke-31 ini merupakan Lokakarya kedua mengenai Pengelolaan Potensi Konflik di Laut Tiongkok Selatan yang diselenggarakan di tengah pandemi COVID-19. Sejak penyelenggaraan Lokakarya pertama di Bali pada tahun 1990, Lokakarya dimaksudkan untuk menjembatani kerja sama dan memperkuat kepercayaan dalam rangka mendukung perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan di Laut Tiongkok Selatan. Penyelenggaraan Lokakarya selama 3 dekade berhasil memfasilitasi dialog yang konstruktif sekaligus menjadi wadah pertukaran informasi, pengalaman, dan best practices. Para peserta memiliki komitmen yang kuat untuk mengidentifikasi potensi kerja sama di berbagai bidang yang menjadi kepentingan bersama.

Sumber : kemlu.go.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *