SUARAMANADO, Jakarta: Kementerian Pariwisata (Kemenpar) bersama ISTC kembali menggelar Sustainable Tourism Development Forum (STDev Forum) 2025 Seri III sebagai wadah strategis untuk mempertemukan pemikiran akademisi, masukan praktisi, serta dukungan mitra internasional dalam merumuskan langkah kolaboratif yang lebih komprehensif terkait implementasi pariwisata regeneratif.
Setelah Seri I STDev Forum 2025 membahas tata kelola dan kepemimpinan kepariwisataan, kemudian Seri II menyoroti penguatan praktik berkelanjutan dan regeneratif, kali ini Seri III mengangkat tema Sinergi Transformasi STDev dengan Pariwisata Regeneratif.
Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kemenpar, Frans Teguh, saat membuka STDev Forum Series #3 secara daring di Jakarta, Selasa (30/9/2025), menyampaikan bahwa STDev dihadirkan untuk merayakan World Tourism Day pada 27 September 2025.
Forum ini juga lahir sebagai bentuk aksi kolaborasi erat antara Kementerian Pariwisata dan Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia (ISTC) selaku quasi-government untuk menciptakan sinergi dalam menggerakkan transformasi pariwisata Indonesia menuju arah yang lebih berkelanjutan dan regeneratif.
“Seri ketiga ini tidak terlepas dari pemikiran yang berkembang sejak seri pertama dan kedua, di mana kita ingin mendorong, mempercepat, dan memastikan pembangunan kepariwisataan berkelanjutan benar-benar hadir sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan pariwisata nasional,” kata Frans.
Ia berharap seri ketiga ini memunculkan diskusi yang lebih intensif dan menghasilkan rekomendasi untuk mengimplementasikan pariwisata berkelanjutan.
“Mudah-mudahan hasil diskusi ini memperjelas komitmen kita. Dalam rangkaian Hari Pariwisata Dunia ini, kami mengharapkan berbagai inisiatif dari teman-teman dan para penggiat untuk berkolaborasi bersama,” kata Frans.
Dalam STDev Forum 2025 Series #3 hadir sejumlah narasumber yang berbagi strategi dan best practices dalam memperkuat praktik berkelanjutan dan regeneratif di sektor pariwisata. Forum dipandu oleh Adyatama Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama, Nia Niscaya, sebagai moderator.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi sekaligus anggota ISTC, Winda Mercedes Mingkid, memaparkan materi tentang Pengembangan Destinasi Wisata Bahari Berkelanjutan. Ia menjelaskan perlunya perencanaan wilayah laut atau marine spatial planning, pemerintahan yang efektif, kerja sama multisektor, serta riset dan monitoring berkelanjutan.
Winda menekankan wisata bahari harus memberdayakan masyarakat pesisir, mendorong pekerja lokal, memastikan distribusi keuntungan yang adil, serta menciptakan mekanisme pendanaan berkelanjutan.
“Wisata bahari juga bertanggung jawab dalam melestarikan warisan budaya bahari, meningkatkan pemahaman wisatawan terhadap budaya lokal, melindungi ekosistem laut dan pesisir, serta mengurangi dampak lingkungan melalui teknologi ramah lingkungan,” kata Winda.
Pembicara berikutnya, Guru Besar Bidang Manajemen Jasa Kepariwisataan Universitas Pelita Harapan sekaligus anggota ISTC, Diena M. Lemy, memaparkan materi tentang Sertifikasi Pariwisata Berkelanjutan.
Ia menyampaikan sertifikasi sebagai instrumen formal untuk memastikan bisnis pariwisata beroperasi sesuai standar keberlanjutan, membangun kredibilitas, mengurangi risiko, menarik wisatawan peduli lingkungan, dan mendorong perbaikan berkelanjutan.
“Dua destinasi dan 40 desa wisata di Indonesia saat ini sudah tersertifikasi berkelanjutan. Ini menunjukkan kemajuan awal, namun perlu terus ditingkatkan skalanya agar memberikan dampak nasional yang lebih luas,” kata Diena.
Pembicara ketiga, Guru Besar bidang Ilmu Perencanaan Kota Universitas Sumatera Utara sekaligus anggota ISTC, Nurlisa Ginting, menyampaikan strategi pengembangan Monitoring Center for a Sustainable Tourism Observatory (MCSTO) dan Sustainable Tourism Observatory (STO).
Ia menjelaskan, STO berfokus pada pemantauan dan pengelolaan dampak pariwisata terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi destinasi secara berkelanjutan. Sementara MCSTO berfungsi sebagai pusat studi dan pendampingan destinasi wisata untuk memastikan pariwisata memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, dampaknya dapat dijaga dalam jangka panjang, serta menyajikan rekomendasi kebijakan berbasis data.
“Di Indonesia saat ini terdapat lima MCSTO yang tergabung dalam Indonesian Network for Sustainable Tourism Observatory dan diakui UN Tourism sejak 2016–2017. Namun hanya tiga yang tercatat masih aktif, yakni MCSTO USU, UGM, dan UNRAM. Ini menunjukkan perlunya revitalisasi dan penguatan kelembagaan untuk mengaktifkan kembali seluruh MCSTO yang ada,” ujar Nurlisa.
Pembicara terakhir, Christin Laschinger, Technical Advisor Swiss Skills for Competitiveness (SS4C) di Swisscontact, yang menjelaskan tentang peran mitra internasional dalam praktik regeneratif.
Sumber: kemenpar.go.id