SUARAMANADO, Jakarta : Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes dan Tim Pandemi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI kembali mengumumkan hasil survei serologi antibodi penduduk Indonesia terhadap virus SARS-CoV-2. Hasilnya kadar antibodi penduduk Indonesia meningkat dari yang sebelumnya 444 unit per mililiter menjadi 2.097 unit per mililiter.
Hasil Survei Serologi ke-3: Kadar Antibodi Penduduk Indonesia Meningkat 4 Kali Lipat
Salah satu peneliti dari FKMUI Iwan Ariawan mengatakan tim BKPK telah menyelesaikan survei serologi ke-3 secara nasional dan hasilnya diumumkan hari ini, Kamis (11/8) secara virtual di Jakarta.
”Ini adalah survei serologi yang ketiga kali yang besar, yang pertama di Desember 2021 itu bersifat nasional kemudian Maret 2022 khusus untuk Jawa Bali karena daerah mudik, kemudian Juli 2022 kembali untuk seluruh Indonesia,” kata Iwan.
Survei serologi yang hasilnya diumumkan Juli 2022 ini mengunjungi kembali sampel dari survei serologi sebelumnya pada 2021. Dari 20.501 sampel atau responden sebanyak 84,5% berhasil dikunjungi. Pemilihan responden yang sama ini untuk menunjukkan peningkatan jumlah dan kadar antibodi pada orang yang sama.
Survei serologi ke-3 ini dilakukan di 100 Kabupaten/Kota terpilih yang tersebar di 34 provinsi. Metode survei menggunakan kuesioner, pengambilan darah, kemudian pemeriksaan ada tidaknya antibodi SARS-CoV-2 dan kadarnya. Pemeriksaan dilakukan di BKPK dan jejaring laboratoriumnya.
”Responden dari survei serologi ini tersebar di seluruh Indonesia sehingga hasilnya ini menggambarkan kadar antibodi pada penduduk di Indonesia,” ucap Iwan.
Iwan mengungkapkan hasil dari survei serologi ke-3 ini menunjukkan adanya peningkatan proporsi penduduk yang mempunyai antibodi SARS-CoV-2, yakni dari 87,8% pada Desember 2021 menjadi 98,5% pada Juli 2022.
”Kadar antibodi penduduk Indonesia meningkat lebih dari 4 kali lipat. Median kadarnya meningkat dari 444 unit per mililiter menjadi 2.097 unit per mililiter,” tutur Iwan.
Muhammad N Farid, anggota tim peneliti FKMUI menjelaskan peningkatan kadar antibodi tersebut disebabkan oleh vaksinasi dan terinfeksi COVID-19. Pada Desember 2021 penduduk yang belum divaksin proporsinya sekitar 30%, penduduk yang sudah divaksin dosis pertama 19%, kemudian penduduk yang sudah divaksin 2 dosis 50%, dan penduduk yang sudah booster baru 0,5%.
Jika dibandingkan dengan tahun ini, ada penurunan proporsi penduduk yang belum divaksin, antara lain penduduk yang belum divaksin menurun menjadi 18,1%, lalu penduduk yang sudah divaksin dosis pertama berkurang jadi 11,6% karena mereka sudah divaksin dosis kedua. Selanjutnya penduduk yang sudah divaksin dosis kedua meningkat jadi 47,7%, dan penduduk yang sudah booster pun meningkat jadi 22,6%.
Selain vaksinasi, sampai saat ini masih banyak penduduk yang terinfeksi COVID-19. Hal itu dapat meningkatkan antibodi orang yang terinfeksi. Namun kontribusi terbesar adalah dengan vaksinasi.
Peneliti lainnya Pandu Riono menjelaskan besaran perbedaan kadar antibodi berdasarkan kelompok umur. Rerata beda titer antibodi menurut kelompok umur tertinggi pada kelompok usia 60 tahun ke atas yakni 3.504,6 unit per mililiter, usia 30 tahun sampai 59 tahun sebesar 2.427,3 unit per mililiter, dan usia 19 tahun sampai 29 tahun sebesar 2.337,9 unit per mililiter.
”Peningkatan mulai tinggi terjadi pada usia di atas 18 tahun karena kelompok usia tersebut sudah ada program vaksinasi booster sejak Januari 2022,” ujar Pandu.
Dikatakan Pandu, dengan melengkapi vaksinasi hingga booster akan meningkatkan kadar antibodi. Dampaknya angka keparahan pasien di rumah sakit dan angka kematian tidak meningkat tajam, melainkan landai atau malah menurun.
”Artinya kita perlu melengkapi vaksinasi sampai booster dan harus menjadi prioritas bersama antara pemerintah dan masyarakat,” kata Pandu.
Pandu menambahkan meskipun penduduk sudah memiliki antibodi tinggi bukan berarti tidak bisa terinfeksi COVID-19. Mereka tetap bisa terinfeksi tapi mengurangi risiko terjadinya masalah kesehatan yang berat atau risiko kematian.
Sumber : kemkes.go.id