SUARAMANADO, NTB : Ketua Umum Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong-Royong (Kosgoro) 1957 HR Agung Laksono menegaskan dukungan Kosgoro 1957 terhadap sikap Partai Golkar yang tetap mendukung pelaksanaan Pemilu 2024 dengan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
“Kosgoro mendukung pikiran-pikiran Partai Golkar agar hendaknya ke depan pemilu tetap dilandaskan pada pemilu dengan sistem proporsional terbuka,” tegas politisi senior Partai Golkar ini saat menghadiri pembukaan acara Musda IV Pimpinan Daerah Kolektif (PDK) Kosgoro 1957 Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTB) di Hotel Lombok Raya, Jumat (17/2/2023).
Di hadapan Ketua Umum Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 1957 Dave Laksono, Bendara Umum Kosgoro 1957 Hj Sari Yuliati, Ketua PDK Kosgoro 1957 H Abdul Hafid, Ketua DPD Partai Golkar Provinsi NTB H Mohan Roliskana, dan ratusan undangan Musda IV PDK Kosgoro 1957 Provinsi NTB, anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI ini menjelaskan alasan dirinya lebih memilih opsi pemilu dengan sistem proporsional terbuka.
“Mengapa demikian? Karena proses pada saat sebelum pemilu dan sesudah pemilu itu dua-duanya menjadi pertimbangan kami. Mengapa kita tetap mendorong agar pemilu tetap menggunakan proporsional terbuka? Ketika proses menjelang pemilu seperti proses rekrutmennya melibatkan public kemudian ketika hari pencoblosan juga melibatkan public yaitu calon-calon anggota DPR dan DPRD-nya, masyarakat yang langsung memilih,” ungkap sosok yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2004 dan 2009 ini.
Kalau tertutup itu kan berbeda, lanjutnya, yang dicoblos itu adalah tanda gambar dan kader-kadernya itu menggandoli partainya karena yang dicoblos adalah partainya.
“Tetapi dengan sistem terbuka ini, public bisa melihat kalau kader tersebut bagus, baik karakter dan akhlaknya, pemikirannya, berani berbicara yang benar, membela masyarakat, membela rakyat, itu tentu akan dipilih oleh rakyatnya langsung. Tidak seperti membeli kucing dalam karung,” ujarnya.
“Jadi rakyat mencoblos. Dengan demikian ada kedaulatan yang nyata yang dirasakan diberikan mahkota itu kepada rakyat,” sambungnya.
Tokoh politik nasional ini mengungkapkan perbedaan ketika menggunakan sistem pemilu dengan menggunakan sistem proporsional tertutup.
“Partai yang menetapkan calonnya. Berbeda, daftar nomor urutnya. Sehingga kalau tertutup itu, sehingga kader partai masing-masing, pasti yang dikejar adalah para pimpinan-pimpinan partainya supaya ia bisa terpilih lagi. Tapi kalau terbuka, bukan kepada para pimpinan partainya, tapi ke bawah atau ke rakyat karena rakyat yang memilih dia,” ungkapnya.
Dan jika ia tak mampu menjalankan amanat rakyat itu dengan baik, lanjutnya, yakni dimana ia hanya memikirkan dirinya sendiri, maka rakyat pasti tidak akan memilihnya kembali di pemilu yang akan datang. “Itulah hukuman dan sanksinya. Dan itu hanya bisa terjadi di dalam pemilu yang menggunakan sistem proporsional terbuka,” tegasnya.
Sementara pertimbangan sesudah pemilu, lanjutnya, didasarkan pada kajian bahwa fungsi parlemen ada empat hal. Pertama adalah membuat undang-undang bersama pemerintah. Kedua, memiliki hak budget atau menyusun anggaran sebagai refleksi atas kebijakan politiknya di anggaran APBN dan atau APBD-nya. Ketiga, adalah mengawasi pemerintah atau penyelenggara negara dalam melaksanakan undang-undang.
Dan yang keempat adalah fungsi penampung atau penyalur aspirasi yang kemudian diubah menjadi kebijakan public dalam membentuk peraturan presiden, peraturan pemerintah, peraturan daerah atau UU dan sebagainya.
Bagaimana kalau tidak ada komunikasi yang intens tergadap perwujudan keempat hal tersebut?
“Banyak kelebihannya dengan menggunakan sistem pemilu dengan proporsional terbuka ini. Ada keinginan untuk berdialog dengan masyarakat. Masyarakat aspirasinya bisa didengar dan diperjuangkan. Oleh karena itu, saya berharap dalam waktu yang tidak lama lagi, Mahkamah Konstitusi dapat memutuskan bahwa tetap pemilu 2024 kembali menggunakan pemilu dengan sistem proporsional terbuka,” cetusnya.
Sementara, Wakil Bendara Umum DPP Partai Golkar Hj Sari Yuliati mengaku Partai Golkar sangat mendukung sistem pemilu dengan menggunakan proporsional terbuka.
“Bahkan beberapa waktu lalu bersama dengan delapan partai yang lain berkumpul untuk membicarakan bagaimana agar sistem proporsional terbuka dapat tetap digunakan sebagai sistem demokrasi kita di pemilu 2024 ini,” tegas sosok yang juga sedang menjabat sebagai anggota Komisi III DPR RI mewakili daerah pemilihan NTB II ini.
Pihaknya membantah adanya rumor yang mengatakan bahwa sikap sejumlah partai termasuk sikap Partai Golkar itu hanyalah gimmick saja. “Gak, Partai Golkar sangat serius. Meskipun sistem proporsional tertutup Golkar bisa menang. Tetapi kita tidak mau demokrasi itu menjadi mundur sehingga kita memutuskan serius mendukung sistem proporsional terbuka,” pungkasnya.
Sumber : golkarpedia.com