ONLINE.SUARAMANADO : PANGKALPINANG (14/10) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) merilis konsep refugia perikanan sebagai upaya menjaga keberlanjutan Cumi Bangka. Langkah pelestaruan tersebut diperlukan mengingat populasi cumi bangka yang cenderung menurun.
Pada FGD pembahasan naskah akademik fisheries refugia di Kantor Dinas Kelautan & Perikanan (DKP) Bangka Belitung, 12 Oktober 2022, Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) BRSDM, mengeluarkan Rekomendasi Konsep Refugia Perikanan untuk melestarikan komoditas cumi Bangka.
Refugia perikanan merupakan upaya pemulihan sumber daya ikan tertentu melalui perlindungan habitat pada fase kritis dalam siklus hidup ikan tersebut. Hal ini berkaitan dengan keberlanjutan stok sumber daya ikan melalui upaya yang difokuskan pada pengelolaan habitat penting (critical habitat) dan daerah penangkapan (fishing ground).
Sekretaris BRSDM, Kusdiantoro, menuturkan bahwa cumi-cumi adalah komoditas ekspor perikanan ketiga terbesar, di mana trend ekspor cumi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Lima tahun terakhir rata-rata ekspor cumi Indonesia naik sekitar 14,7 persen dimana pada tahun 2021, tercatat nilai ekspor mencapai 619 Juta USD.
“Bangka Belitung merupakan salah satu sentra produksi cumi-cumi di Indonesia dengan kualitas cumi-cumi termasuk yang terbaik di pasar ekspor. Namun dari hasil kajian, diketahui terdapat indikasi penurunan populasi cumi di perairan Bangka Belitung. Hal tersebutlah yang mendorong tim perikanan refugia menetapkan jenis cumi Bangka menjadi salah satu target yang akan dikonservasi dengan konsep refugia perikanan (fisheries refugia),” tegas Kusdiantoro.
Untuk itu, konsep refugia perikanan menjadi suatu solusi strategis yang dapat diadopsi oleh Pemprov Babel untuk menjaga keberlangsungan komoditas cumi-cumi di Kepulauan Bangka Belitung. Naskah akademik ini disusun oleh tim refugia perikanan berbasiskan data hasil kajian ilmiah yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai dasar kebijakan pengelolaan sumber daya ikan guna mengatasi permasalahan terkait perikanan cumi-cumi di Perairan Bangka.
“Nantinya, naskah akademik ini akan kami sempurnakan dan menjadi kado untuk ulang tahun Pemprov yang akan diserahkan kepada Gubernur, untuk dapat dimanfaatkan sebagai landasan dalam pengelolaan sumber daya perikanan di Babel,” tutur Kusdiantoro.
Saat ini Indonesia sendiri tengah membangun konsep refugia perikanan melalui kegiatan South East Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) Fisheries Refugia. Indonesia, dalam hal ini BRSPDI BRSDM KKP, merupakan unit pelaksana teknis kegiatan dimaksud, bersama dengan beberapa negara anggota SEAFDEC lainnya yaitu Thailand, Kamboja, Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Melalui FGD ini, Kusdiantoro pun berharap dapat menghasilkan suatu wilayah yang dikelola dengan konsep refugia melalui dukungan dari semua stakeholder terkait.
Sementara itu, peneliti BRPSDI, Amula Nurfiani, menerangkan bahwa wilayah yang ditetapkan dalam refugia perikanan bukan merupakan zona larang ambil tetapi merupakan area yang dapat dikelola secara berkelanjutan dan pada saat tertentu harus ditutup, terutama pada waktu musim puncak pemijahan cumi-cumi.
“Penutupan penangkapan diperlukan demi kepentingan rekrutmen dan menjaga keberlangsungan hidup cumi-cumi. Adapun kawasan refugia perikanan yang direkomendasikan adalah seluas 157.668,35 hektar yang berada di wilayah perairan Pulau Bangka bagian utara, meliputi Perairan Utara Tuing, Gugusan Karang Jagur, Pesisir Belinyu dan Pesisir Riau Silip,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris DKP Babel, Wahyono, mengapresiasi upaya yang dilakukan pemerintah pusat untuk ikut serta melestarikan komoditas cumi-cumi di perairan Babel. “Mewakili Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kami sangat mendukung dan mengapresiasi setinggi-tingginya kepada KKP karena telah melakukan kajian fisheries refugia ini. Selanjutnya dibutuhkan komitmen berbagai stakeholder terkait untuk bisa mengimplementasikan apa yang telah menjadi rekomendasi”.
Sebagai informasi, cumi Bangka atau yang dikenal dengan nama latin Uroteuthis (L) chinensis merupakan spesies cumi-cumi ya ng memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan cumi-cumi dari daerah lainnya di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono, menerangkan bahwa kawasan konservasi perairan Indonesia setiap tahunnya terus bertambah dan ditargetkan pada 2030 mencapai 32,5 juta hektar. Langkah ini berkaitan dengan implementasi program ekonomi biru yang salah satunya melalui perluasan kawasan konservasi. KKP juga tengah membuat rencana target untuk dapat memperluas kawasan konservasi hingga 30 persen dari luas perairan.
SUMBER : kkp.go.id