SUARAMANADO – Di tengah tren kepemimpinan instan, Samsul Muarif Manumpil membuktikan bahwa proses tidak pernah menampilkan hasil.
Pemuda kelahiran Desa Tarolang, Kepulauan Sangihe ini resmi dilantik sebagai Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Moderasi Beragama dan Bela Negara (PMMBN) Sulawesi Utara periode 2025–2027.
Pelantikan ini bukan sekedar seremoni pergantian estafet kepemimpinan, melainkan sebuah “puncak gunung” dari perjalanan panjang Samsul yang menjulang dari bawah sebagai kader militan.
Menariknya, Samsul merupakan mahasiswa aktif Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat).
Di saat mahasiswa jurusan sains sering kali terjebak dalam kepadatan praktikum dan laporan laboratorium, Samsul justru mampu membagi waktunya untuk isu-isu kemasyarakatan.
Ia diketahui mampu menyeimbangkan ketajaman intelektual di kampus dengan kepekaan sosial di lapangan.
Hal ini menjadikannya figur ideal bagi PMBN: sosok yang memiliki integritas akademik sekaligus tanggung jawab ideologis.
Perjalanan Samsul di PMMBN Sulut adalah potret konsistensi. Ia langkah memulainya sebagai peserta diskusi, aktif dalam ideologi pendidikan, hingga terjun langsung dalam aksi sosial. Beberapa poin krusial yang membuatnya terpilih adalah:
•Kedisiplinan Kaderisasi: mengikuti seluruh tahapan tanpa melompati proses.
• Penggerak Gagasan: Bukan sekedar hadir, ia kerap menjadi motor diskusi mengenai moderasi beragama di Sulawesi Utara.
• Jembatan Komunikasi: Memiliki kemampuan membangun jejaring antar-kader yang solid.
Misi Besar 2025–2027
Di bawah nakhodanya, PMMBN Sulut diharapkan tidak hanya menjadi wadah berkumpul, tetapi menjadi benteng moderasi beragama di daerah yang dikenal sebagai laboratorium kerukunan ini.
Samsul berkomitmen membawa organisasi ini untuk menghadirkan aksi nyata, bukan sekadar retorika di media sosial.
“Kepemimpinan Samsul adalah bukti bahwa sistem kaderisasi kami berhasil. Kami melahirkan pemimpin dari proses yang panjang, bukan figur instan,” ujar salah satu pengurus PMBN Sulut.
Kisah Samsul Muarif Manumpil kini menjadi pengingat bagi pelajar di Sulawesi Utara: bahwa untuk memimpin gerakan besar, seseorang harus bersedia ditempa oleh waktu, pengabdian, dan komitmen yang berkelanjutan.












