SUARAMANADO, Depok: Dinamika global meningkatkan persaingan antar negara yang membuat tidak ada satu negara pun merasakan aman sendirian. Untuk itu kerjasama antar negara saat ini menjadi sangat penting, khususnya di bawah Semangat Bandung yang lahir dari Konferensi Asia Afrika 1955 dan menjadi inspirasi negara-negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Dalam hal ini, peran Indonesianist menjadi sangat penting sebagai mitra strategis dalam membangun citra positif Indonesia di dunia. Para Indonesianist diharapkan dapat menjembatani hubungan dengan komunitas internasional serta menjaga Semangat Bandung tetap hidup melalui kolaborasi akademis dan kemitraan dengan Pemerintah Indonesia.
Pesan tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Arrmanatha C. Nasir pada acara pembukaan Kongres Indonesianis Sedunia (KIS) ke-7 pada Rabu, 12 November 2025 di Depok, Jawa Barat.
Kegiatan tahunan ini menjadi ajang bergengsi bagi para Indonesianis — akademisi, peneliti, dan profesional dari berbagai negara — yang memiliki minat dan kepakaran terhadap Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan Kementerian Luar Negeri melalui Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) bekerja sama dengan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) pada 12–13 November 2025 di kampus UIII, Depok. Tahun ini, 16 Indonesianis dari 10 negara berkumpul untuk membahas isu-isu terkini seputar politik, ekonomi, dan sosial-budaya Indonesia dari perspektif global.
Menghidupkan Semangat Bandung di Era Baru
Dengan mengusung tema “Reviving Bandung Spirit: Boosting South-South Cooperation Toward a More Prosperous and Stable World Order”, KIS ke-7 menegaskan kembali peran Indonesia sebagai penggerak solidaritas negara-negara berkembang. Dewasa ini kelompok negara berkembang, atau sering diistilahkan sebagai Global South telah menjadi salah satu kekuatan dunia, bahkan di dalam kelompok G20, sebagai negara-negara yang menjadi pasar dengan populasi yang besar dan mesin pertumbuhan yang didukung oleh populasi pemuda.
Semangat Bandung Spirit — warisan Konferensi Asia-Afrika 1955 — menjadi simbol komitmen Indonesia dalam memperjuangkan keadilan dan kesetaraan global, serta memperkuat kerja sama Selatan-Selatan (South-South Cooperation).
Di tengah perubahan geopolitik dan ekonomi dunia, tema ini merefleksikan relevansi diplomasi Indonesia dalam membangun dunia yang lebih stabil, inklusif, dan sejahtera.
“Insight yang kami peroleh dari enam kongres sebelumnya telah membantu Indonesia memahami bagaimana dunia memandang kita, sekaligus memberi ruang refleksi yang konstruktif untuk memperkaya kebijakan luar negeri kita,” ujar Kepala BSKLN, Muhammad Takdir.
Menjalin Jaringan Global Para Indonesianis
Sejak pertama kali diselenggarakan pada 2018, KIS terus menjadi magnet bagi para akademisi, jurnalis, pendidik, hingga pelaku industri kreatif dari seluruh dunia. Selain memperluas wawasan mengenai Indonesia, forum ini juga menghasilkan beragam gagasan strategis untuk pembangunan nasional.
Salah satu capaian penting dari inisiatif ini adalah lahirnya Global Indonesianist Network (GIN) — platform digital yang diluncurkan pada 2024 dan dapat diakses melalui https://globalindonesianist.com/.
GIN kini telah memetakan hampir 500 Indonesianis di seluruh dunia, membentuk ekosistem kolaboratif antara akademisi, peneliti, dan pembuat kebijakan — baik dari dalam maupun luar negeri.
Kolaborasi untuk Masa Depan
KIS ke-7 akan dibuka dengan penandatanganan Memorandum Komitmen antara Pusat SK IKAD BSKLN–Kemlu dan Fakultas Ilmu Sosial UIII, yang mencakup kerja sama di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, dan kemitraan strategis lainnya.
Dengan semangat kolaborasi dan solidaritas global, Indonesia kembali menegaskan perannya sebagai jembatan antara negara-negara berkembang dan motor penggerak tatanan dunia yang lebih adil dan sejahtera.
Sumber: kemlu.go.id












