SUARAMANADO, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyerukan aksi kolektif global dalam menghadapi persoalan gizi dan stunting, sebagai bagian dari strategi pembangunan manusia yang berkelanjutan.
Seruan ini disampaikan saat Menko PMK menjadi pembicara sesi pleno bertajuk Foundations for the Future dalam Philanthropy Asia Summit (PAS) 2025 Singapura, pada Senin, (5/5/2025).
Dalam presentasinya berjudul “Global Action for Human Development”, Menko PMK membuka dengan mengangkat data global yang menggugah kesadaran bahwa setiap 10 detik, seorang anak meninggal akibat kekurangan gizi.
“Di balik setiap angka, ada masa depan yang dirampas. Gizi bukan sekadar soal memberi makan tubuh. Gizi adalah titik awal dari potensi manusia,” tegasnya.
“Tragedi ini bukan tanpa solusi, karena dunia telah memiliki pengetahuan, teknologi, dan sumber daya yang cukup,” imbuhnya.
Menko PMK kemudian memaparkan kondisi Indonesia, di mana hampir 1 dari 4 anak mengalami stunting. Ia menyebut stunting sebagai “silent crisis” yang berdampak pada kehilangan potensi ekonomi lebih dari 3% PDB per tahun.
Ia melanjutkan, Indonesia tidak tinggal diam menghadapi krisis ini. Dengan visi nasional Asta Cita, pemerintah menempatkan pembangunan manusia sebagai pusat strategi menuju Indonesia Emas 2045.
Sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dengan lebih dari 70 juta anak, Menko PMK menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan manusia Indonesia akan turut menentukan masa depan Asia Tenggara dan stabilitas global.
“Mendukung pembangunan manusia Indonesia bukan sekadar kewajiban moral, tetapi juga langkah strategis. Ini merupakan investasi berlipat ganda bagi keamanan kawasan, ketahanan pasar, dan kemajuan umat manusia secara global,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Menko PMK juga memperkenalkan pendekatan “Precision Policy” yang diterapkan Kemenko PMK. Sebuah model pengambilan kebijakan yang berbasis bukti, data, dan berorientasi pada dampak nyata terhadap masyarakat.
Pratikno menjelaskan bahwa kementerian yang dipimpinnya mengorkestrasi kebijakan lintas 8 kementerian dan 10 lembaga pemerintah, serta memimpin sebagian besar program prioritas Presiden RI tahun 2025. Ia merinci strategi intervensi yang bersifat menyeluruh, mulai dari dukungan gizi ibu hamil, promosi ASI eksklusif, perbaikan sanitasi, hingga penguatan ketahanan pangan lokal.
“Perubahan tidak datang dari satu intervensi saja, melainkan dari transformasi sistem secara menyeluruh yang mengelilingi seorang anak,” tuturnya.
Di akhir presentasi, Menko PMK menyampaikan ajakan kolaboratifnya. Ia menawarkan tiga jalur kontribusi bagi para pelaku filantropi: pertama, memperkuat program yang sudah berjalan seperti layanan kesehatan dan makanan bergizi gratis; kedua, memperkuat agenda pembangunan manusia melalui kolaborasi kebijakan, penyediaan tenaga ahli, dan inovasi teknologi; serta ketiga, melakukan keduanya secara bersamaan untuk menciptakan dampak nyata dan terukur.
“Kita tidak butuh lebih banyak wacana. Kita butuh mitra yang siap terlibat, memperluas skala, dan bergerak cepat bersama,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Philanthropy Asia Summit (PAS) merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh Philanthropy Asia Alliance. Agenda tahun ini mengusung tema “Priming Asia for Good”.
Kegiatan ini menghadirkan lebih dari 400 peserta yang terdiri dari donor dan filantropis dari berbagai negara, dengan tujuan mendorong aksi kolektif untuk menghadapi tantangan global, memperkuat kolaborasi lintas sektor, serta mendorong inovasi demi terciptanya dampak sosial dan lingkungan yang lebih luas dan berkelanjutan.
Sumber: kemenkopmk.go.id
Related