“Hidup Taat Menurut Hukum”
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 25 : 1-12
Ketaatan (Bahasa Inggris: obedience) pada perintah Tuhan adalah dasar bagi kita untuk hidup di dalam-Nya. Kuncinya tergantung pada diri kita, apakah mau sungguh-sungguh dan rela untuk taat dan menundukan diri terhadap perintah Tuhan atau tidak? Sebab kita yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Firman yang hidup telah menerima anugerah keselamatan seharusnya hidup dalam ketaatan terhadap perintah Tuhan.
Seseorang dapat dikatakan setia jika ia tetap berpegang teguh pada janji serta patuh dan taat pada Firman Tuhan. Hidup taat terhadap hukum, berarti hidup dalam kepatuhan kepada aturan yang berlaku dalam kehidupan. Setiap manusia yang hidup di dunia ini tentu sangat merindukan agar dapat hidup aman damai dan sejahtra jauh dari berbagai persoalan, tantangan, pergumulan hidup apalagi masalah hukum. Oleh karena itu selalu mengupayakan sedapat mungkin jauh dari permasalahan hukum. Namun karena perbedaan kepentingan dan kemauan seorang dengan yang lain sering terjadi benturan yang menimbulkan konflik dalam jemaat dan masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan lingkungan pergaulan yang tidak harmonis, tidak tentram dan tidak aman. Sebab itu harus diupayakan hidup taat terhadap hukum, walaupun tidak bisa dipungkiri kadangkala persoalan hukum terjadi di luar kemauan kita. Ada berbagai hal dilakukan oleh pihak lain atau orang ketiga yang membuat kita harus berhadapan dengan hukum, meskipun apa yang kita lakukan sebenarnya adalah sesuatu yang benar. Tetapi bagi pihak lain itu adalah suatu kesalahan, apalagi ketika pihak ketiga itu
punya kepentingan atau mencari keuntungan, bisa saja terjadi pemutarbalikan fakta jika hal itu muncul karena dipicu oleh rasa iri, cemburu, ketidakpuasan, merasa tersaingi dan lain hal. Oleh karena itu Tema minggu ini berbicara tentang “Hidup Taat Menurut Hukum” yang mengajak kita untuk tetap taat kepada hukum (aturan) yang berlaku dalam kehidupan.
Kitab Kisah Para Rasul (Yun: praxeis apostolon) ditulis oleh tabib Lukas sekitar tahun 63 SM yang ditujukan kepada Teofilus (Kis.1:1). Bagian dari perikop ini menceritakan tentang Ferkius Festus pengganti Feliks sebagai Gubernur Yudea dengan ibukota Kaisarea. Setelah tiga hari tiba di Kaisarea, Festus menganggap perlu mengunjungi kota Yerusalem yang merupakan kota Religius, untuk menjalin hubungan yang baik dengan para pemimpin dari penduduk yang ada di wilayah pemerintahannnya (pasal 1). Dugaan para pemimpin Yahudi dengan kunjungan dari sang Gubernur, mereka akan memperoleh kesempatan menekan wali negeri yang baru itu untuk meminta suatu anugerah (Yunani: kharis). Anugerah yang dimaksud adalah agar Festus mengizinkan Paulus diadili di Yerusalem sesuai hukum Yahudi (pasal 11:23;13: 43). Namun apa yang mereka minta justru membahayakan kehidupan Paulus, karena mereka meminta supaya Paulus diadili di Yerusalem, sebab mereka sedang merencanakan untuk membunuh dia di tengah jalan (ayat 2-3). Festus tidak mengabulkan permintaan mereka, karena ia tidak melihat suatu alasan yang kuat untuk memenuhi permintaan ini. karena itu ia memutuskan bahwa Paulus tetap ditahan di Kaisarea Sebab ia sendiri akan segera kembali ke sana (ayat 4). Festus mengajak orang-orang yang berwenang di antara mereka untuk datang ke Kaisarea dan mengajukan dakwaan kepada Paulus jika ada kesalahannya (ayat 5).
Festus tinggal tidak lebih dari sepuluh hari di Yerusalem, sesudah ia pulang ke Kaisarea keesokan harinya ia mengadakan sidang pengadilan dan menghadapkan Paulus (ayat 6). Ketika Paulus tiba di situ mereka mengemukakan banyak tuduhan berat terhadap dia, di mana mereka menuduh Paulus mengajar kaum Yahudi untuk menentang Hukum Taurat dan Bait Suci (pasal 21:21, 28) serta mengadakan kekacauan politik (pasal 24:5).Namun tuduhan itu tidak dapat dibuktikan (ayat 7). Karena itu Paulus dengan tegas menolak tuduhan dan menyatakan bahwa ia tidak bersalah, katanya “aku sedikit pun tidak bersalah, baik terhadap hukum taurat orang Yahudi, maupun terhadap Bait Allah atau terhadap Kaisar” (ayat 8). Festus menjadi bingung, sebab sebagai pendatang baru di Palestina ia belum mengenal betul hukum Yahudi (pasal 25:20). Namun demi menjaga hubungan yang baik dan hendak mengambil hati serta simpati dari orang Yahudi, maka ia menawarkan kepada Paulus untuk bersedia pergi ke Yerusalem, supaya dapat dihakimi di hadapannya tentang perkara ini (ayat 9). Paulus tahu kelemahan Festus yang belum mengerti apa yang direncanakan oleh pimpinan orang Yahudi dengan tegas menolak karena, ia teringat akan ancaman terhadapnya di Yerusalem dari orang-orang yang bersumpah untuk membunuhnya (pasal 23:12-21). Sebab itu ia berkata ”aku sekarang berdiri di hadapan pengadilan Kaisar dan ingin meminta pertimbangan kaisar” karena ia tahu sebagai warga negara Roma maka ia akan diadili dengan adil di hadapan kaisar. Tetapi di hadapan Festus yang belum berpengalaman, Paulus takut akan pengaruh dari orang Yahudi yang dapat membahayakan dirinya (ayat 10). Paulus mengunakan haknya sebagai warga negara Roma, ia tidak dapat diserahkan ke pengadilan Yahudi di Yerusalem, sebab di Yerusalem tidak ada pengadilan Romawi. Jika tidak ada pengadilan romawi di kota itu, maka warga negara Roma berhak untuk “naik banding“ kepada kaisar. Dengan demikian Paulus dapat meloloskan diri dari penghadangan kaum Yahudi dan dapat pergi ke Roma sesuai dengan rencana ilahi untuk memberitakan Injil di Roma (pasal 23:11).
Kata Paulus jika aku benar-benar bersalah dan berbuat suatu kejahatan yang setimpal dengan hukuman mati aku rela mati, tetapi jika aku tidak bersalah, tidak ada seorangpun berhak menyerahkan aku sebagai suatu anugerah kepada mereka. Aku naik banding kepada Kaisar (ayat 11). Festus mempertimbangkan usul Paulus, setelah berunding dengan anggota-anggota pengadilan yaitu sejumlah orang yang mengiring Festus, mereka memenuhi permintaannya dan Festus dapat melepaskan diri dari kasus yang sulit ini dengan Kaum Yahudi (ayat 12).
(Vence Caroles)